Banyak sekali hal yang ingin kubagi dengan Elsiee
,seperti kemarin aku baru saja membeli sebuah seprai bermotif bunga
daffodil,salah satu jenis bunga yang ia sukai dengan background warna hijau segar atau saat aku bertemu seseorang yang
sangat mirip dengan cinta pertamaku dan bisa saja aku bercerita soal Minggu
lalu ketika aku berhasil mendapat kesuksesan saat mempresentasikan mata kuliah
favorit kami berdua.Masih banyak sekali cerita yang ingin kubagi
padanya,mungkin begitupun juga dengannya,sudah lama kami tidak berbincang
seperti biasanya saat jam kuliah kosong atau saat hari-hari libur tiba.Aku
merindukannya,mungkin begitu juga
sebaliknya.Aku begitu sedih saat ingatan-ingatan tentangnya muncul;kami biasa
membeli crepes dan es krim beraneka
rasa(tapi lebih sering aku memilih rasa susu melon dan ia memilih rasa pisang)
di taman pusat kota,setiap dua Minggu sekali di hari Kamis kami juga biasa
memetik bunga-bunga di hutan buatan di kampus lalu merangkainya menjadi rangkaian bunga
indah yang kemudian kami bagikan pada anak-anak yang kami temui di perjalanan
pulang,atau hal yang paling kami sukai adalah berkunjung ke perkebunan buah di
dekat tempat kami,membantu para petani buah memetik buah-buahan yang sudah siap
panen atau memangkas dedauan yang sudah mengering yang masih bertengger di
ranting-ranting pohonnya.
Baru-baru ini kami juga mencanangkan gerakan novel impian
untuk menyalurkan hobi kami berdua yang sama yaitu menulis.Aku dan Elsiee
membuat satu judul novel yang ceritanya diambil gabungan dari pikiranku dan
pikirannya,kami sudah menyelesaikan dua novel dengan tebal masing-masing 228
dan 217 halaman.Kedua novel itu kami buat sebagai novel berseri dengan judul “A Part of My Astonish Life” yang
bercerita tentang persahabatan antara seorang gadis kecil dengan makhluk asing
yang juga menjadi musuh bagi manusia,termasuk keluarga si gadis kecil, Egret
Olaff . Kami sangat bersemangat ketika menyusun cerita dalam novel pertama kami,sampai-sampai
kegiatan menyenangkan ini berhasil membuatku terlupa akan tugas-tugas kuliah
yang sudah menumpuk beberapa hari. Anehnya akupun sering penasaran dengan
kelanjutan ceritanya,karena tiap aku menyelesaikan bagianku,Elsiee selalu
berhasil membuat ceritanya berlanjut dengan amat menarik. Kedua novel itu
memang masih berbentuk bendelan buku tulis,tapi kami tak sabar lagi untuk
segera mencoba membawanya ke penerbitan buku kecil di arah timur kota Momentous
,kota di sebelah kota tempat tinggal kami sendiri.Saat ini kami mungkin sudah
berangkat ke perusahaan penerbitan bernama Agleam Carat Inc tersebut jika
Elsiee ada di sini,dan mencoba bernegoisasi dengan penyeleksi buku di sana.
Sebenarnya rencana keberangkatan ini sudah lama terpikirkan,tapi kami memerlukan
beberapa dollar untuk biaya perjalanan. Dan akhirnya aku berhasil mengumpulkan
uang untuk biaya perjalanan tersebut,bahkan aku telah menyiapkan bagian untuk
Elsiee juga. Well, tapi mungkin
rencana itu harus ditunda sebentar,aku akan menunggu hingga Elsiee kembali dan
kami akan berangkat sesegera mungkin. Aku hanya perlu memastikan bahwa Elsiee
akan kembali. Tak peduli bagaimana kenyatannya nanti.
Radian ore selalu lezat jika dihidangkan selagi masih panas,apalagi
dibubuhi dengan bubuk kayu manis dan ditemani dengan segelas vanilla yang dikeringkan
kemudian ditumbuk menjadi serpihan kemudian dicairkan.Aku dan Sheath selalu
menikmatinya di sore hari di beranda rumah dengan memandangi hamparan
bunga-bunga angle sphinx yang berwarna putih dan ungu.Bunga-bunga kecil itu
selalu mengundang kupu-kupu beraneka warna datang pada mereka,hal inilah yang
membuat kami enggan melewatkan sore hari bersama. Banyak hal yang menjadi bahan
perbincangan kami sepenuh sore itu,mulai
dari nilai ujian Sheath yang naik turun,tentang vespa bekas yang baru dibelinya
di flea market ,atau tentang baju barunya yang seharga delapan dollar yang
warna dan modelnya ternyata mirip dengan seragam petugas kebersihan kampus di
peternakan-peternakan pinggir kota(Sheath masuk jurusan peternakan). Sedangkan
aku hanya berperan sebagai pendengar yang baik karena aku tidak memiliki cerita
semenarik dan selucu yang ia kisahkan. Sheath remaja sepertiku yang akan segera
memasuki usia dewasa awal,tubuhnya kekar dan lebih tinggi beberapa senti
dariku,pembawaannya tenang tetapi sebagai tipe humoris juga.
Hari ini adalah hari Jumat,besok aku bisa libur dan
pulang ke rumah,bertemu dengan Sheath menikmati radian ore di Minggu sore
kami.Betapa bahagianya hatiku ketika teringat hal itu,maka di hari perkuliahan
yang terakhir ini akan kumaksimalkan semangatku
untuk bertemu dengan tiga mata kuliah yang masing-masing sebanyak 3 SKS. Jadi
ada jam Mr.Mee, Mrs.Judith dan Mrs.Angelica,hm..tidak terlalu parah,mungkin aku
hanya perlu menyiasati bagaimana cara mengusir kantuk saat Mrs.Judith
‘berkhotbah’.Seperti biasa beliau akan menerangkan ini itu tanpa menatap
mahasiswanya di depan,aku bisa leluasa mendengarkannya sambil
menulis,meneruskan cerita yang telah aku dan Elsiee ciptakan.
“Kau masih menulis itu?”
Aku
mendongak . Darell menatap tulisanku yang sudah memenuhi satu halaman,aku tersenyum.
“Aku tak suka membaca asal kau tahu,tapi melihat kau
semangat seperti itu..”ia terdiam,kemudian meneruskan,”ah tidak,bahkan semangat
sekali sejak semester ini dimulai, aku penasaran ingin membacanya,”ia menopang
dagu dengan tangan kanannya sambil menatapku,membuatku terkesiap,
“Kau mau membaca karya kami?ah maksudku karya Elsiee dan
aku,”
Tentu saja Darell tidak mengenali siapa Elsiee.
“Siapa Elsiee?”tanyanya sambil menguap,
“Sahabatku,adikku,kakak perempuanku juga,”jawabku
mantap,membereskan pena-pena yang berserakan di samping kertas,
“Jadi ada 3 Elsiee ?”ia menggaruk kepalanya yang
sepertinya tak gatal.
“Bukan,tentu saja tidak,hanya ada satu Elsiee yang
teristimewa merangkap tiga status itu,”kataku setengah terbahak melihat
ekspresinya.
“Pelankan suaramu,Mrs.Judy itu walaupun matanya tak
pernah lepas pada buku tebalnya,tapi telinganya sangat peka,”Darell seakan tahu
aku melihat ekspresi anehnya,yang kemudian ia mengalihkan rasa malunya dengan
menakutiku.Aku masih terkikik.
Darell
teman sekelasku di jam Mrs.Judith,otomatis kami hanya bertemu sekali dalam
sepekan.Ia adalah mahasiswa jurusan Tata Kota,kami hanya bertemu di mata kuliah
umum.Ia mahasiswa yang unik dan ‘antik’,karena selama aku mengikuti mata kuliah
bersamanya,ekspresi yang ia tampilkan hanya ekspresi innocence atau bisa
dibilang acuh . Terkadang ia memilih bangku paling belakang paling pojok dekat
jendela untuk melihat ke luar,tanpa memedulikan sekitarnya. Penampilannya biasa
saja,tapi ia sering memakai sneakers
warna biru metalik .Baju-bajunya juga memiliki warna yang
enerjik,seperti silver millennium,hijau tua yang menyala,ungu pekat,maroon dan
biru tua. Aku belum pernah sekalipun melihatnya mengenakan pakaian berwarna hitam
atau putih. Rambutnya yang meskipun tidak rapi karena menutup telinga tetap
terlihat keren ,berwarna coklat ,sepadan dengan warna iris matanya.Sekalipun
bicara, ia hanya akan mengomentari hasil diskusi .Atau biasanya ia hanya
mengobrol dengan Clark,mahasiswa jurusan seni musik dan Gabby ,mahasiswa
jurusan elektronika. Mereka berdua mengambil jadwal mata kuliah umum yang sama
dengan kami.
Aku dan
Darell mencuri pandang kalau-kalau Mrs.Judith memergoki tawaku yang sempat
meledak tadi. Tapi ternyata tidak,Darell kemudian merogoh saku bajunya kemudian
mengeluarkan earphone berwarna abu-abu lalu menyumpal kedua telinganya dengan speaker mikro itu.Ia mendengarkan
music.
“Jadi,kapan
aku bisa meminjamnya?”tanyanya tiba-tiba, mengejutkan.
Kupikir ia
sudah lupa dengan lembaran-lembaran kertas putih di atas mejaku,hanya sekedar
basa-basi tepatnya. Tapi ia kembali pada ekspresi innocence –nya seperti saat
pertama kali aku melihatnya di kelas ini dua bulan lalu.
“Kau
benar-benar ingin?”tanyaku meyakinkannya,lebih pada meyakinkan diriku sendiri .
“Oh,kalau
boleh tentu saja,”ia bersidekap .
Mukaku
terasa hangat mendengarnya,”Sangat boleh,aku memiliki potongan-potongannya di
rumah,Minggu depan akan kubawa untukmu,”aku tersenyum,ia mengangguk
pelan,kemudian focus kembali pada music yang mengalir di telinganya.
Aku
disadarkan oleh suara Mrs. Judith yang terdengar sangat jelas,”Sampai bertemu
lagi Minggu depan.”Ia lalu membereskan buku-buku tebalnya,kemudian membetulkan
posisi kacamatanya sebentar,setelah itu dengan langkah gontai keluar dari
kelas. Dengan segera mahasiswa lain mengikutinya,termasuk Darell dengan langkah
khas darinya yang hampir mirip dengan
langkah seorang anak malas bangun dari tidurnya. Aku menatapnya hingga
punggungnya lenyap di balik pintu. Kalau saja Chrissie tidak menepuk
bahuku,mungkin aku masih saja duduk di sana hingga pergantian jam.
“Kau mau di
sini saja seharian?”ia terdiam sebentar sambil memasang muka sedang
berpikir,”dan coba tebak siapa tadi yang kau lihat?”
Segera saja telingaku terasa panas mendengarnya,”Dan kau
mau kehabisan jatah paperoni tuna?”hardikku cepat.
“Oh,tentu tidak!”celetuknya,lupa dengan urusannya
denganku,aku terkikik pelan.
Chrissie satu jurusan denganku.Gadis itu memiliki
perawakan sedang,tidak kurus tapi juga tidak gemuk. Tapi selama aku
mengenalnya, sudah kuputuskan bahwa ia tipe ‘pelapar’ sepertiku juga. Karena ke
manapun kami pergi bersama, kami pasti memburu makanan dengan porsi lumayan
besar. Rambutnya yang coklat kemerahan terlihat kontras dengan warna kulitnya
yang pucat. Orang-orang selalu menyebutnya dengan wig berjalan karena ia
memiliki rambut keriting yang menggelombang. Aku pun tak heran dengan sebutan
itu.
Kami lalu berjalan beriringan menuju kantin sambil
mengobrol seperti biasa. Cuaca begitu panas siang ini, baju katun yang
kukenakan pun terasa lembab. Mahasiswa-mahasiswa dari berbagai jurusan yang satu fakultas
denganku perlahan mulai memenuhi tiap sudut taman,ada yang menggerombol dan ada
pula yang hanya berdua-dua saja dengan teman atau pasangan mereka. Tak peduli
dengan ‘keramahan’sinar matahari yang memandikan tubuh ,tetap saja mereka asyik
bercengkrama,tertawa lepas sekenanya,atau sambil melahap makanan-makanan ringan
seperti biscuit dan kue basah. Meski suhu tak bersahabat,angin sejuk yang
menemani hari ini sudah lebih dari cukup untuk menghibur. Apalagi ditambah
dengan pemandangan khas kampus yang selalu kunikmati sejak pertama kali aku
menginjakkan kaki di sini. Bagiku menjadi seorang warga sebuah kampus adalah
sesuatu yang dapat memberikan kebahagaiaan tersendiri,karena sejak kecil aku
selalu bermimpi bisa segera menjadi seperti saat ini. Keinginan untuk menjadi
seorang mahasiswa begitu menggebu ketika aku mulai dekat dengan saudara
sepupuku yang saat itu adalah seorang mahasiswa jurusan sastra bahasa.
Ketika itu umurku belum genap sembilan tahun. Ayah dan
Ibu terlalu sibuk bekerja dan mengurus nenek yang mulai sakit,sedangkan saat
itu aku belum memiliki seorang adik. Sepulang sekolah aku selalu dititipkan di
rumah kakak ayah yang pertama,namanya Paman Brawny . Ia tinggal bersama istri
dan ketiga anaknya di sebuah rumah yang indah berwarna ungu dengan pintu dan
jendela berwarna putih,rumah itu juga selalu bersih karena ada Bibi Brawny yang
rajin merapikan segala sesuatu di sana. Mulai dari memangkas rumput di
taman,mengusap hiasan porselen di dinding dan lantai di ruang tamu,menyapu
halaman, mengelap jendela,kaca pintu dan mengepel lantai. Rumah itu juga selalu
wangi,dulu aku selalu menerka-nerka aroma harum apa itu. Namun baru belakangan
ini aku mengetahui bahwa aroma harum itu berasal dari bunga double O yang
diletakkan di setiap sudut ruang dan taman. Bunga itu selalu tumbuh dengan baik
di sana,anehnya ketika Ibu menanamnya di rumah,hanya sebulan sampai tiga bulan
bunga itu bisa bertahan,selepas itu pasti kelopaknya berguguran dan akhirnya
mati. Sedangkan jika di rumah Paman Brawny sendiri,bunga itu bias tumbuh tak mengenal
waktu,hanya pada saat musim dingin,bunga itu menyisakan aromanya yang begitu
menyejukkan meski kelopaknya berguguran.Jika musim dingin usai,bunga itu akan
kembali bermekaran dengan cantiknya. Aneh bukan? Namun tidak ada yang tahu
alasan apa sebenarnya yang bias membuatnya seperti itu.
Jadi begitu
setiap hari,kulewatkan waktu di rumah Paman dan Bibi Brawny yang letaknya hanya
beberapa blok dari rumahku sendiri . Kecuali hari Sabtu dan Minggu,karena pada
hari itu Ayah dan Ibu libur bekerja . Bisa dipastikan setiap hari Senin hingga
Jumat aku selalu membawa pakaian ganti ke sekolah untuk kukenakan nanti di
rumah pamanku itu. Kalian tahu kegiatan apa saja yang kulakukan di sana? Ada
banyak sekali kegiatan yang dapat kulakukan untuk mengisi waktuku sepulang
sekolah,seperti menggambar-Paman Brawny memiliki banyak sekali kertas gambar besar
karena ia seorang arsitek-,memasak-Bibi Brawny selalu siap sedia memberiku
bahan-bahan memasak dan menemaniku di dapur untuk melatihku agar bisa memasak
sendiri,atau mengerjakan PR bersama Heron-putra sulung Paman dan Bibi yang
ingin kuceritakan tadi. Sesekali aku juga bermain dengan Melody yang pandai
menggambar dan menari,ia adalah putri kedua Paman Brawny yang usianya terpaut delapan
tahun denganku.Saat itu usia Arnold ,putra bungsu Paman Brawny sama denganku
tapi aku justru jarang bermain dengannya.Meski sesekali kami bergabung lalu
bermain ada saja hal yang dapat membuat kami bertengkar,mungkin usia kami yang
sama membuat kami sering tak mau kalah satu sama lain.Jadi aku lebih memilih
bergabung dengan Heron atau Melody. Mungkin karena mereka lebih tua dariku,itu
yang membuatku nyaman,alasan lain adalah karena aku sudah mengaggap mereka
sebagai kakak kandungku sendiri,begitupun dengan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar